Asuransi Syariah
Sejarah dasar hukum Asuransi
Syariah
Asuransi
dalam hukum Islam merupakan hal yang baru, pembahasan asuransi baru muncul pada
fase lahirnya ulama kontemporer diantara para ulama adalah Ibnu Abidin,
Muhammad Nejatullah al Siddiqi, Muhammad Muslehuddin, Fazlur Rahman, Mannan,
Yusuf al-Qardhawi serta Mohd. Ma’shum Billah.
Secara
prinsip kajian ekonomi mengedepankan asas keadilan, tolong menolong,
menghindari ke zaliman, pengharaman riba atau bunga, prinsip profit and loss
sharing serta penghilangan unsur gharar.
Perundang-undangan
asuransi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dasar UU No.2 tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian, PP No 63 tahun1999 tentang Perubahan atas PP No 73
tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian serta aturan-aturan lain
yang mengatur Asuransi Sosial yang diselenggarakan oleh BUMN Jasa Raharja
(Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang ), Astek (Asuransi Sosial Tenaga Kerja),
dan Askes (Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan).
Sedangkan
asuransi syariah masih terbatas dan belum diatur secara khusus dalam
undang-undang. Secara lebih teknis operasional perusahaan asuransi/perusahaan
reasuransi berdasarkan prinsip syariah mengacu kepada SK Dirjen Lembaga
Keuangan No.4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan investasi
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan sistem syariah dan
beberapa keputusan menteri keuangan yaitu KMK No 442/KMK.06/2003 tentang
penyelenggaraan perusahaan asuransi.
Disamping
itu perasurasian syariah diatur dalam beberapa Fatwa DSN-MUI antara lain Fatwa
DSN-MUI No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Fatwa DSN
MUI No. 51/DSN-MUI/III/2006 tentang akad Mudharabah Musyarakah pada Asuransi
Syariah, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah
Pada Asuransi dan Reasuransi Syariah, Fatwa DSN-MUI No.53/DSN-MUI/III/2006
tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.[1]
Manfaat dan Resiko Asuransi
Manfaat
asuransi bagi peserta asuransi[2] :
1. Rasa
aman
2. Pendistribusian
biaya dan manfaat yang lebih adil
3. Berfungsi
sebagai tabungan
4. Alat
penyebaran risiko
5. Membantu
meningkatkan kegiatan usaha karena perusahaan asuransi akan melakukan investasi
sesuai dengan syariah atau suatu bidang usaha tertentu
6. Memperoleh
penghasilan di masa yang akan datang[3]
Manfaat
asuransi bagi perusahaan :
1. Keuntungan
dari permi yang diberikan nasabah
2. Keuntungan
dari hasil penyertaan modal diperusahaan lain
3. Keuntungan
dari hasil bunga dari investasi di surat-surat berharga
Risiko
Risiko
umum yang dikenal dalam usaha peasuransian antara lain :
1. Risiko
murni
Yang
artinya adalah adanya ketidakpastian terjadinya suatu kerugian atau dengan kata
lain hanya ada peluang merugi dan bukan suatu peluang keuntungan. Risiko murni
adalah suatu risiko yang bila terjadi akan memberikan dan apabila tidak terjadi
tidak menimbulkan kerugian akan tetapi juga tidak memberikan keuntungan.
Contohnya
: rumah yang sudah diasuransikan kemudian terbakar, maka bagi pemilik akan mengalami
kerugian, namun bila hal tersebut tidak terjadi si pemilik tidak rugi dan tidak
pula mendapatkan keuntungan. Dalam operasinya perusahaan asuansi selalu
berhadapan dengan jenis risiko murni ini.
2. Risiko
Investasi
Risiko
investasi adalah risiko yang berkaitan dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu
peluang mengalami kerugian financial atau peluang memperoleh keuntungan.
Perbedaan
risiko murni dengan risiko investasi adalah dalam risiko murni kerugian terjadi
atau tidak terjadi sama sekali sementara dalam risiko investasi kemungkinan
terjadi kerugian atau keuntungan. Misalnya dalam melakukan investasi saham di
bursa. Fluktuasi harga saham akan dapat menyebabkan terjadinya kerugian atau
keuntungan.
3. Risiko
Individu
Risiko
individu dibagi menjadi 3 macam risiko :
a. Risiko
pribadi
Risiko yang memengaruhi
kapasitas atau kemampuan seseorang memperoleh keuntungan. Contohnya : uzur,
cacat fisik, kehilangan pekerjaan atau mati dll
b. Risiko
harta
Risiko harta adalah
risiko kehilangan harta apakah dicuri, hilang atau rusak yang menyebabkan
kerugian keuangan
Kehilangan suatu harta
dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Kerugian
langsung, yaitu apabila harta seseorang hilang atau rusak.
b. Kerugian
tidak langsung, yaitu apabila terjadinya kerugian asal, misalnya kehilangan mobil,
maka kerugian tidak langsungnya adalah pengeluaran uang atau biaya tambahan
akibat transport lebih mahal.
c. Risiko
tanggung gugat, risiko yang mungkin dialami sebagai tanggung jawab akibat
merugikan pihak lain. Jika seseorang menanggung kerugian orang lain, maka dia
harus membayarnya, sehingga hal ini merupakan kerugian financial. Contohnya
kelalaian dijalan yang menyebabkan orang lain tertabrak dan harus mengganti
kerugian tersebut.
Komentar
Posting Komentar